February 03rd, 2025
Keinginan PTDI Incar Lisensi Produksi Rafale Diduga Picu Rusia Kembali Desak Indonesia Beli Su-35
ZONAJAKARTA.com - Indonesia tengah menantikan kedatangan jet tempur Rafale yang dijadwalkan tiba mulai tahun 2026 mendatang.
Momentum ini menjadikan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) semakin berambisi mengincar lisensi produksi Rafale karena mengetahui keinginan pemerintah akan adanya transfer teknologi dari pihak pabrikan.
Keinginan mengincar lisensi produksi yang datang dari PTDI disinyalir turut memotivasi Rusia untuk mendesak kembali pembelian Su-35 oleh Indonesia setelah sempat tertunda eksekusinya selama bertahun-tahun.
Menjelang kedatangan Rafale, muncul usulan mengenai engineering work package (EWP) dalam kerja sama offset (imbal beli) untuk setiap pengadaan alutsista buatan asing dari PTDI.
"Di luar offset yang menjadi standar Kemhan RI, kami usulkan satu proposal yang bernama engineering work package atau EWP," kata Direktur Utama PTDI Gita Amperiawan sebagaimana dikutip ZONAJAKARTA.com dari laman Antaranews.com melalui artikel berjudul "PT DI usul engineering work package dalam offset pengadaan Rafale" yang dimuat pada 1 Juli 2024.
EWP ini sangat penting sebagai landasan untuk mendirikan fasilitas maintenance, repair, and overhaul (MRO) Rafale di tanah air.
Walaupun ketika kontrak pengadaan pesawat terkait baru diteken tepat Februari 2022 lalu, India sudah menawarkan hal itu.
Tawaran itu tidak serta merta diterima lantaran negeri ini sangat menginginkan untuk bisa memproduksi Rafale secara mandiri dengan skema lisensi produksi dari pihak pabrikan, yang sekaligus menjadikan PTDI sebagai bagian dari rantai pasok global jet tempur generasi 4,5 asal Prancis tersebut.
"Ada beberapa teknologi kunci yang justru kami harapkan akan menjadi komplementer pada saat kita membangun kemampuan (produksi) jet tempur kita sendiri," ujarnya dalam artikel Antaranews.com lainnya yang dimuat pada 27 September 2024 dengan judul "PTDI tekankan RI perlu kuasai teknologi kunci dalam pengadaan Rafale".
Untuk diketahui, kontrak pengadaan Rafale diteken antara Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI dengan Dassault Aviation pada Februari 2022 namun eksekusi pembeliannya baru dilakukan tujuh bulan kemudian.
Pembelian enam unit pertama dilaksanakan tepat September 2022, disusul delapan belas unit berikutnya pada Agustus 2023.
Baru di awal Januari 2024, transaksi untuk delapan belas unit terakhir dituntaskan sehingga kini Indonesia hanya tinggal menunggu kedatangannya mulai tahun depan.
Saat Indonesia tengah menanti-nantikan kedatangan Rafale, muncul desakan dari Rusia untuk membeli kembali Su-35 yang proses pengadaannya sempat terkatung-katung.
Kontrak pembelian sebelas unit Su-35 senilai 1,14 miliar dolar AS ini sejatinya sudah disepakati pada tahun 2018.
Akan tetapi berbagai alasan membuat eksekusinya tidak berjalan sesuai dengan rencana awal.
Mulai dari keterbatasan anggaran yang memaksa pemerintah mencari alternatif komoditas sebagai alat barter, potensi sanksi Amerika Serikat berdasarkan regulasi The Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA), hingga pandemi Covid-19 yang melanda dunia tak terkecuali negeri ini.
Sebaliknya, Indonesia justru berupaya untuk mengincar produk jet tempur lainnya dengan alasan "bermain aman".
Termasuk dalam hal ini F-15EX yang diproduksi oleh salah satu raksasa dirgantara asal Amerika Serikat, Boeing.
Hanya saja situasi berbeda ketika pemerintahan berganti terhitung mulai 20 Oktober 2024.
Ketika Prabowo Subianto resmi dilantik sebagai Presiden RI, Rusia kembali memperoleh secercah harapan dari Indonesia khususnya mengenai rencana pembelian Su-35 yang sempat ditangguhkan.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Sergey Tochlenov mengungkapkan bahwa kontrak pesawat tersebut belum benar-benar berakhir.
"(Kesepakatan Su-35) tidak dibatalkan. Kesepakatan itu masih ada di atas meja," ucap Tochlenov dikutip dari artikel berjudul "Su-35 jet deal between Russia, Indonesia ‘still on the table’ — Russian envoy" yang dimuat oleh laman TASS News Agency pada 23 Januari 2025.
Tochlenov juga mengungkapkan bahwa pemerintah negeri ini hanya membutuhkan waktu yang tepat untuk mengeksekusi pembelian pesawat buatan Sukhoi tersebut.
Apalagi TNI AU diketahui sudah terbilang lama mengoperasikan berbagai macam produk pesawat dari Moskow.
Termasuk dalam hal ini Su-30 yang dibeli jauh sebelum adanya regulasi CAATSA.
"Saya berharap (hubungan pertahanan kita akan semakin kuat), tetapi itu merupakan aspek penting dari hubungan bilateral kita. Kami juga melihat (militer) Indonesia menggunakan senjata Rusia, dan ini membuktikan bahwa kami memiliki senjata yang benar-benar berkualitas tinggi. Jika Indonesia tertarik, kami siap untuk berunding," katanya menambahkan.
Pengadaan rudal BrahMos yang mulai disepakati akhir Januari 2025 lalu menjadi titik balik dari ini semua.
Kemudahan yang ditawarkan India kepada Indonesia dalam transaksi senjata tersebut memotivasi Rusia untuk menawarkan Su-35 kembali ke negeri ini.
Bahkan tidak menutup kemungkinan PTDI bakal diberikan lisensi produksi sebagaimana Dassault Aviation yang menawarkan Rafale lengkap dengan benefit ekstranya.
Sebab dengan lisensi produksi, keuntungan tidak hanya akan dinikmati oleh Jakarta tetapi juga Moskow sebagai produsen utama.
Ini pula yang dilakukan mereka dengan New Delhi sebagai mitra strategis di kawasan Asia Selatan.
Sementara India sendiri juga mengajukan lisensi produksi Su-35 di wilayah mereka dengan maksud agar bisa memiliki skill memproduksi jet tempur kelas dunia secara mandiri di masa mendatang.
Di mana Indonesia juga sangat mungkin bisa mengikuti jejaknya.
Source: https://www.zonajakarta.com/nasional/67314460560/keinginan-ptdi-incar-lisensi-produksi-rafale-diduga-picu-rusia-kembali-desak-indonesia-beli-su-35?page=3