May 27th, 2025
N219 Nurtanio Lahir dari Kebutuhan, Namun Sepertinya Belum Dibutuhkan
IndoAviation Plus – N219 Nurtanio adalah bukti nyata kebangkitan dan kemampuan industri dirgantara Indonesia. Lahir dari kebutuhan untuk menghubungkan wilayah-wilayah terpencil di kepulauan Indonesia, pesawat ini dirancang oleh putra-putri bangsa di bawah naungan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) untuk menjadi solusi transportasi perintis yang tangguh, efisien, dan serbaguna.
Sejarah pengembangan N219 merupakan perjalanan panjang yang penuh tantangan. Program ini digagas bersama oleh PTDI dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), yang kini terintegrasi dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Tujuannya jelas, menciptakan pesawat yang mampu mendarat dan lepas landas di landasan pacu pendek dan tidak beraspal (Short Take-Off and Landing – STOL), sesuai dengan kondisi geografis Indonesia yang beragam.
Setelah melalui fase desain dan riset mendalam, purwarupa pertama N219 berhasil melakukan penerbangan perdananya pada 16 Agustus 2017 di Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Momen bersejarah ini menjadi tonggak penting bagi industri penerbangan nasional. Nama “Nurtanio” disematkan langsung oleh Presiden Joko Widodo, sebagai penghormatan kepada Laksamana Muda Udara (Anumerta) Nurtanio Pringgoadisuryo, seorang perintis industri penerbangan Indonesia.
Proses sertifikasi menjadi tahap krusial berikutnya. Setelah menjalani ratusan jam uji terbang yang ketat, N219 Nurtanio akhirnya berhasil mengantongi Type Certificate dari Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Kementerian Perhubungan pada Desember 2020. Sertifikasi ini menegaskan bahwa N219 telah memenuhi standar kelaikudaraan dan siap untuk diproduksi massal serta dikomersialisasikan, minimal untuk pasar domestik di Indonesia.
Kokoh dan fungsional
N219 Nurtanio memiliki penampilan khas pesawat STOL. Konfigurasi sayap tinggi (high-wing) tidak hanya memberikan stabilitas aerodinamis pada kecepatan rendah, tetapi juga menjaga mesin turboprop Pratt & Whitney Canada PT6A-42 dan baling-baling terkena serpihan batu saat beroperasi di landasan darurat.
Sekilas, desain N219 mirip dengan Cessna SkyCourier. Keduanya dikembangkan dalam waktu yang hampir bersamaan. Seperti halnya Cessna SkyCourier, N219 dirancang dengan fixed tricycle landing gear (roda pendarat tetap) yang kokoh. Tujuan penggunaan roda pendarat seperti ini untuk menyederhanakan sistem, menekan biaya perawatan, dan meningkatkan durabillitas pesawat di lapangan.
Salah satu keunggulan utama N219 adalah desain kabin dan pintunya, yang memberikan fleksibilitas tinggi. Pintu kabin yang fleksibel dan pintu kargo yang lebar memudahkan konfigurasi ulang dari angkutan penumpang menjadi angkutan kargo atau bahkan evakuasi medis.
Memasuki ruang kokpit, N219 menampilkan teknologi modern yang setara dengan pesawat sekelasnya di dunia. Pesawat ini dilengkapi dengan sistem avionik full glass cockpit Garmin G1000 NXi. Cessna SkyCourier juga menggunakan avionik buatan Garmin ini.
Layar digital besar yang terpasang di dashboard pesawat untuk melengkapi sistem avionik G1000 NXi dapat menyajikan seluruh informasi penting mulai dari data penerbangan, navigasi, hingga status mesin secara jernih dan intuitif. Kehadiran Garmin G1000 NXi secara signifikan juga mengurangi beban kerja pilot dan meningkatkan kesadaran situasional.
Kokpit N219 juga dilengkapi dengan sistem autopilot dan Terrain Awareness and Warning System (TAWS), yang sangat krusial untuk meningkatkan keselamatan penerbangan saat bermanuver di wilayah pegunungan atau perbukitan. Teknologi ini memungkinkan N219 untuk dioperasikan dengan aman bahkan oleh satu orang pilot.
Di pasar pesawat terbang, N219 Nurtanio bersaing langsung dengan pesawat utilitas legendaris seperti De Havilland Canada DHC-6 Twin Otter, LET L-410 Turbolet, dan Cessna SkyCourier. Dibandingkan ketiga pesaingnya itu, N219 menawarkan sejumlah keunggulan. Meskipun SkyCourier unggul dalam kecepatan, N219 memiliki kelebihan dalam kemampuan STOL.
Dibandingkan Twin Otter yang merupakan desain era 1960-an, N219 menawarkan teknologi avionik yang lebih modern dan kabin yang lebih lapang, serta harga per unit dan biaya operasional yang diklaim lebih kompetitif. Namun sayangnya, hingga kini, tak satu pun N219 diproduksi dan beroperasi komersial, baik di dalam negeri apalagi di luar negeri, seperti halnya Cessna SkyCourier atau Twin Otter itu, sehingga segala klaim keunggulannya belum dapat dibuktikan langsung di lapangan.
Source: https://indoaviation.asia/n219-nurtanio-elang-besi-penjaga-konektivitas-nusantara/